Badung, Nikiberitabali.com – Dalam upaya menekan laju alih fungsi lahan pertanian, Pemerintah Kabupaten Badung berencana membeli lahan milik warga agar tetap bisa dimanfaatkan untuk pertanian dan ruang terbuka hijau (RTH). Kebijakan ini menjadi bagian dari Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Badung 2025-2045, yang dibahas dalam Rapat Paripurna DPRD Badung, Kamis (13/02/2025).
Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, dalam jawabannya terhadap pandangan umum fraksi-fraksi DPRD, menegaskan bahwa pembelian lahan ini bukan untuk dialihfungsikan, melainkan tetap dikelola oleh pemiliknya untuk kegiatan pertanian dan ruang hijau.
“Kami ingin memastikan lahan pertanian tetap lestari di Badung. Salah satu cara yang kami tempuh adalah dengan membeli lahan warga, tetapi tetap bisa mereka gunakan untuk bercocok tanam atau dikelola sebagai ruang terbuka hijau,” ujar Giri Prasta.
Mampukah Kebijakan Ini Bertahan?
Meski pemerintah berupaya melindungi lahan pertanian dengan pembelian tanah, tantangan tetap ada. Tekanan investasi, harga tanah yang terus naik, serta kebutuhan infrastrukturbisa menjadi faktor yang menguji efektivitas kebijakan ini.
Komitmen Menjaga 6.675 Ha Lahan Pertanian
RTRW ini menetapkan 6.675 hektare sebagai Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B). Langkah ini bertujuan untuk menekan alih fungsi lahan yang semakin marak, terutama di daerah yang berkembang pesat akibat pariwisata dan investasi properti.
Selain itu, kebijakan ini telah dituangkan dalam Keputusan Bupati Badung No. 284/048/HK/2024, yang mengatur peta dan sebaran lahan pertanian pangan berkelanjutan serta mengintegrasikannya dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di masing-masing kecamatan.
Secara hukum, deliniasi LP2B dalam RTRW ini diklaim memiliki kekuatan yang setara dengan Perda No. 3 Tahun 1992, yang melarang pendirian bangunan di kawasan jalur hijau.
Solusi Hadapi Alih Fungsi Lahan yang Masif
Pemkab Badung menyadari bahwa tingginya harga tanah dan tekanan investasi membuat banyak petani terpaksa menjual lahannya. Oleh karena itu, pemerintah berupaya menyediakan mekanisme pembelian lahan untuk mencegah semakin menyusutnya lahan pertanian.
Namun, pertanyaannya:
1. Sejauh mana efektivitas kebijakan ini dalam menekan alih fungsi lahan?
2. Bagaimana skema pembelian lahan yang adil bagi warga?
3. Apakah ada jaminan bahwa lahan yang dibeli pemerintah tidak akan dialihfungsikan di masa depan?
Giri Prasta optimistis langkah ini dapat menjadi solusi konkret dalam mempertahankan sektor pertanian di Badung. “Kami ingin pembangunan berjalan, tapi tidak boleh mengorbankan pertanian yang sudah menjadi identitas Badung,” tegasnya.
Pemerintah dan DPRD Badung kini memiliki tugas besar untuk memastikan bahwa RTRW 2025-2045 benar-benar menjadi solusi nyata dalam melindungi lahan pertanian, bukan sekadar regulasi yang tidak berjalan di lapangan. (jk)